MINAL AIDIN WAL FAIZIN
                                                             oleh Prof. Dr. M. Quraish  Shihab
 dari buku Lentera Hati
 “Minal ‘aidin wal faizin,” demikian harapan dan doa yang kita ucapkan  kepada sanak keluarga dan handai tolan pada Idul Fitri. Apakah yang  dimaksud dengan ucapan ini? Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada  Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata ‘aidin, karena  bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi  bahasa, minal ‘aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang  kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal  kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”.
Setelah mengasah dan mengasuh jiwa – yaitu berpuasa  – selama satu bulan, diharapkan setiap Muslim dapat kembali ke asal  kejadiannya dn menemukan “jati dirinya”, yaitu kembali suci sebagai mana  ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan ajaran agama yang  benar. Ini semua menuntut keserasian hubungan, karena – menurut  Rasulullah – al-aidin al-mu’amalah, yakni keserasian dengan sesama  manusia, lingkungan, dan alam.
 Sementara itu, al-faizin diambil dari kata fawz yang berarti  “keberuntungan”. Apakah “keberuntungan” yang kita harapkan itu? Di sini  kita dapat merujuk pada Al-Quran, karena 29 kali kata tersebut, dalam  berbagai bentuknya, terulang. Menarik juga untuk diketengahkan bahwa  Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk afuzu (saya beruntung). Itupun  menggambarkan ucapan orang-orang munafik yang memahami “keberuntungan”  sebagai keberuntungan yang bersifat material (baca QS 4:73)
 Bila kita telusuri Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna  ayat-ayat yang menggunakan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya  (kecuali QS 4:73) mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan  serta kebahagiaan surgawi.” Kalau demikian halnya, wal faizin harus  dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu semoga kita termasuk  orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT sehingga kita  semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya.
 Salah satu syarat untuk memperoleh anugerah tersebut ditegaskan oleh  Al-Quran dalam surah An-Nur ayat 22, yang menurut sejarah turunnya  berkaitan dengan kasus Abubakar r.a. dengan salah seorang yang ikut  ambil bagian dalam menyebarkan gosip terhadap putrinya sekaligus istri  Nabi, Aisyah. Begitu marahnya Abubakar sehingga ia bersumpah untuk tidak  memaafkan dan tidak memberi bantuan apapun kepadanya.
 Tuhan memberi petunjuk dalam ayat tersebut: Hendaklah mereka meaafkan  dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah  adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 24:22).
 Marilah kita saling berlapang dada, mengulurkan tangan dan saling  mengucapkan minal ‘aidin wal faizin. semoga kita dapat kembali  mendapatkan jati diri kita semoga kita bersama memperoleh ampunan,  ridha, dan kenikmatan surgawi. Amin.
setelah lama saya mecari apa makna sesungguhnya dari kalimat yang sering kita lantunkan pada hari raya idul fitri ini, akhirnya saya mendapat pengertiannya...
untuk itu Rendy Wira mengucapkan
MINAL AIDIN WAL FAIZIN